About Me

header ads

“Poor man and Rich man” dalam konteks Pandemi Covid-19: Suatu Perspektif Teologi Kristen


 Oleh : Margarita D. I. Ottu, S.Pd.,M.Pd.K

Poor man artinya miskin dalam bahasa Indonesia dan secara umum makna “miskin” dipahami sebagai kondisi tidak memiliki harta dan kemampuan ekonomis untuk memenuhi kebutuhan primer yaitu sandang, pangan dan papan. Dengan demikian dapat digambarkan bahwa apabila sesorang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya bersifat primer, maka ia dapat dikategorikan sebagai orang miskin dan sebaliknya jika seseorang mampu memenuhi kebutuhan primernya, maka ia tidak digolongkan seseorang yang mengalami kemiskinan.

Dalam konteks abad 21, telah terjadi pergeseran makna terhadap kemiskinan dan menuai multi tafsir tentang kemiskinan. Bagi sebagian orang, kemiskinan bukan hanya tidak tepenuhinya kebutuhan primer tetapi juga karena tidak terpenuhinya kebutuhan sekunder. Alhasil angka kemiskinan di negeri ini menjadi angka fantastis dan sulit diterima secara logis.

Melihat Undang-Undang dasar 1945 pada pasal 34 disebutkan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara. Inilah yang menjadi landasan lahirnya berbagai program melalui pemerintah maupun lembaga non pemerintah dengan berbagai pendekatan yang bertujuan menanggulangi angka kemiskinan. 

Setiap program didesain dengan berbagai konsep yang tentunya memiliki keunggulan dan kelemahan. Ada masyarakat yang berhasil keluar dari jerat kemiskinan namun tidak sedikit juga program yang dilaksanakan justru tidak maksimal (tidak berhasil) dalam mengangkat kesejahteraan masyarakat miskin.

Masa pandemic COVID-19 membawa dampak terbesar yang dirasakan adalah resesi ekonomi secara global, jutaan orang akan jatuh dalam jurang kemiskinan. Berbagai penelitian memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan mengalami penurunan pada kisaran angka 1% sampai 4%. Diperkirakan akan meningkatnya prosentase angka kemiskinan dan hal ini menunjukkan proyeksi terburuk bahwa tingkat kemiskinan akan meningkat dan menyiratkan bahwa akan ada jutaan orang menjadi miskin.

Kemiskinan dalam Alkitab menurut Perjanjian Lama memiliki arti pokok yaitu keadaan yang buruk dan keji yang menghina martabat manusia dan berlawanan dengan kehendak Allah. Dengan jelas dalam kata-kata Alkitab yang dipakai untuk menyebut orang miskin dalam bahasa aslinya (Ibrani untuk PL dan Yunani untuk PB). Kemiskinan juga dipengaruhi kondisi sosial, politik, ekonomi.

Kriteria kemiskinan menurut Perjanjian Lama dikategorikan dalam dalam 3 kelompok yaitu janda, anak yatim, dan orang asing (Im.19:10;23:22; Ayb.29:12-13; Za.7:9-10). Dapat disimpulkan bahwa kriteria orang miskin menurut PL adalah kekurangan kebutuhan hidup, secara sosial seorang yang tidak berdaya dan mudah menjadi obyek penindasan, kaum yang ditindas, diperkosa hak-hak kewajaran kemanusiaannya, tidak mendapatkan perlakuan hukum secara adil, korban dari pembunuhan yang semena-mena oleh para penguasa, penerima santunan dari orang lain, kaum yang dilecehkan lembaga-lembaga pengadilan, kaum yang menderita karena eksploitasi dan penindasan dari kaum kuat, kaum yang masih mampu membiayai kehidupan sehari-hari tetapi karena ketidakberdayaannya sehingga mudah ditindas oleh para penguasa, kaum yang mempunyai padang gandum tetapi tidak mampu membayar pajak, kaum yang mengadu tentang penderitaan kemiskinannya kepada Allah untuk mendapat keadilan, dan kaum yang miskin yang disebabkan oleh kemalasan dan hidup yang boros.

Faktor penyebab kemiskinan berdasarkan Perjanjian Lama adalah karena Kemalasan (Ams. 6:9-11; 24:30-34; 19:15), kemabukan, kebodohan, dan kerakusan (Ams. 23:20-21; 21:17; 13:18,28; 28:19), atau malapetaka (Kel. 10:4-5). Penyebab yang dominan disebut dalam PL adalah keserakahan, pemerasan dan penindasan, yang dikutuk Allah. Perbuatan yang menyebabkan kemiskinan atau merugikan orang miskin yaitu penggunaan timbangan dan takar yang palsu (Hos. 12:8; Am. 8:15; Mi. 6:10-11), penyerobotan tanah (Mi. 2:1-3), pengadilan yang tidak adil (Am. 5:7; Yer. 2213-17; Mi. 3:4-11), perbudakan (Neh. 5:1-5; Am. 2:6; Mi. 3:1-2; 6:12; Yer. 22:13-17) dan pajak yang tidak adil. 
Jenis kemiskinan menurut Perjanjian Baru, terdapat berdasar pada Kitab Kisah Para Rasul, kata Chera muncul 3 kali yang biasanya dalam literature Alkitab dikategorikan sebagai miskin. Dalam Kisah Para Rasul 6:1, disebutkan kelompok janda Hellenis yang dilupakan dalam pelayanan meja. Dalam Kisah Para Rasul 9:39,41 menguraikan bahwa para janda inilah adalah korban ketidakadilan, miskin dan harus bergantung pada kebaikan dan kedermawanan orang lain untuk keperluan ekonomi dan kehidupan sehari-hari. Dalam Surat-Surat Paulus, kata miskin muncul 7 kali. Ketujuh pemunculan kata miskin itu adalah untuk kata ptwco.j (Rm. 15:26; 2 Kor. 6:10; Gal. 2:10; 4:9), ptwcei,a muncul 2 kali (2 Kor. 8:2,9); dan pe,nhsin muncul 1 kali (2 Kor. 9:9). Sanday dan Arthur C. Headlam menyimpulkan bahwa Kisah Para Rasul dapat dilihat bahwa ada orang miskin yang bergantung pada diakonia gereja. Kata ptwco.j (ptochos) yang muncul dalam Galatia 2:10, dapat dipahami dengan dua cara yakni dalam arti miskin secara ekonomi maupun miskin dalam kesalehan (anawim, poor), dan ada juga yang memahaminya sebagai kemiskinan kronis. Dengan demikian kata ptwco.j (ptochos) yang muncul dalam tulisan-tulisan Paulus dapat disimpulkan bahwa kata ini digunakan Paulus lebih mengarah kepada kemiskinan secara ekonomi daripada miskin secara rohani. Dalam Kitab Yakobus menggunakan dua kata untuk menggambarkan kondisi kemiskinan, yaitu tapeino.j (tapeinos) (Yak. 1:9; 4:16) dan ptwco.j (ptochos), (Yak. 2:2,3,5,6). Kata tapeino.j (tapeinos) digunakan untuk menggambarkan bhawa kecuali situasi yang sulit seseorang atau masyarakat juga status sosial yang rendah dan juga digunakan untuk menggambarkan kondisi penindasan oleh kekuasaan politik bangsa lain dan kekuasaan militer. Dapat disimpulkan bahwa kata tapeino.j (tapeinos) dan kata ptwco.j (ptochos), merujuk kepada kemiskinan secara social maupun ekonomi dan selebihnya adalah mereka yang ditindas oleh orang-orang kaya dan korban ketidakadilan. 

Kriteria kemiskinan menurut Perjanjian Baru dapat dikategorikan yakni kelompok orang kaya (yang temasuk di dalam kelompok ini adalah keluarga atau kerabat raja, imam aristokrat, pedagang, tuan tanah; kelas menengah (yang termasuk adalah para Imam); orang miskin, budak dan pekerja harian. 

Kemiskinan menjadi persoalan fenomenal yang dihadapi oleh banyak Negara dan semakin kompleks masalahnya akibat pandemic COVID-19 yang semakin menambah angak kemiskinan secara drastis.
Menjadi tanggung jawab siapa? Bagaimana menjawab pertanyaan kontroversial ini?

Dalam Injil, konsep miskin dimaknai secara utuh bahwa mereka tidak hanya miskin secara rohani tetapi juga miskin secara social. Miskin secara rohani seperti dalam Injil Matius 5:3, maksud dari miskin rohani disini adalah sederhana dan penuh hormat terhadap hal-hal rohani, rendah hati karena sadar hidup spiritual mereka bukan apa-apa. Mereka sepunuhnya mengandalkan Allah, sebab membutuhkan-Nya. Arti miskin secara sosial, dalam injil Lukas 4:18-19, miskin secara sosial (politik, materi, bahkan keagamaan) yaitu mereka yang ditolak, dimarginalkan, ditindas, dan diasingkan.

Situasi kemiskinan sering merupakan situasi yang kompleks, saling terjalin dalam suatu system. Secara garis besar kemiskinan dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu Kemiskinan absolute, adalah suatu kondisi kekurangan ekonomis secara ekstrim dalam jangka waktu panjang. Kemiskinan Relatif, suatu kondisi kekurangan secara ekonomis dengan pendapatan di bawah rata-rata, Kemiskinan struktural, adalah kondisi kemiskinan yang dialami sekelompok orang yang disebabkan oleh system dan struktur sosial yang tidak mampu menciptakan kesempatan dan keadilan bagi anggota masyarakatnya. 

Upaya pengentasan kemiskinan sering gagal karena faktor penghambat tidak diselesaikan terlebih dahulu, yaitu Kemiskinan cultural/budaya, Orientasi spiritualitas, Kebiasaan hidup yang buruk, Managemen waktu yang salah, Tidak memiliki priporitas hidup.

Upaya pengentasan kemiskinan membutuhkan proses waktu, pola pendekatan, perubahan paradigm dan mentalitas serta spiritualitas seseorang sehingga terjadi pembaruan yang utuh dalam kehidupannya. Tiga langkah untuk melakukan upaya pengentasan kemiskinan melalui Pendekatan karikatif, Pendekatan reformatif, Pendekatan transformatif. Ketiga pendekatan tersebut seharusnya bukan suatu pilihan tetapi suatu tahapan agar upaya pengentasan kemiskinan menjadi upaya yang bersifat structural dan kultural. Dengan demikian upaya pengentasan kemiskinan yang bersifat karikatif hanyalah pintu masuk dalam suatu periode tertentu agar dapat mengembangkan pola pendekatan yang bersifat transformatif. 

Refleksi Teologis terhadap Tiga Bentuk Kemiskinan diantaranya Kondisi kemiskinan absolut, salah satunya dikisahkan dalam Kitab 1 Raja-raja 17 tentang seorang janda miskin. Kondisi kemiskinan yang relative dapat dilihat di Lukas 21:2 mengisahkan seorang janda miskin yang memasukan dua peser ke dalam peti persembahan di Bait Allah. Kondisi kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh kerusakan system dan struktur sosial sehingga menimbulkan ketidakadilan, eksploitasi dan kemiskinan digambarkan oleh Kitab Amos 2:6. 

Rich man artinya orang memiliki banyak harta. Bolehkah anak Tuhan menjadi kaya? Darimanakah hasil kekayaan diperoleh? Digunakan untuk apakah kekayaan tersebut?

Alkitab mencatat beberapa tokoh Alkitab yang kaya secara materi yakni Kejadian 13:2 menulis bahwa Abram adalah seorang yang sangat kaya, memiliki banyak ternak dan emas. Ayub adalah seorang terkaya dari semua orang di sebelah timur. Raja salomo melebihi semua raja di bumi dalam hal kekayaan dan hikmat, II Raja-Raja 10:23, 3:13 Yusuf dari Arimatea yang telah menjadi murid Yesus juga ada seorang yang kaya (plousios, mampu), Matius 27:57. Hizkia juga kaya, ia mendapatkan kekayaan dan kemuliaan yang sangat besar. 

Untuk menjadi kaya adalah kewenangan mutlak dari Allah. Tuhan membuat miskin dan membuat kaya; Ia merendahkan dan meninggikan juga, I Samuel 2:7. Hal ini juga tertulis dalam Wahyu 13;16 bahwa penyebab (poieo, membuat; menghasilkan; mengerjakan; menciptakan; memberi; menyiapkan; menjalankan; menetapkan) kaya atau miskin (ptochos, melarat, tergantung pada bantuan orang lain; menyedihkan, rendah) itu adalah Allah. Orang kaya dan orang miskin bertemu ; yang membuat mereka semua ialah TUHAN, Amsal 22:2. Ia melimpahkan (empimplemi,  memenuhi, mengenyangkan dengan “sesuatu”; memuaskan; menikmati) segala yang baik (agathon, hal-hal yang baik) kepada orang yang lapar (peinao), dan menyuruh orang yang kaya (pluteo, berkemampuan; makmur) pergi (exapostello, menyuruh keluar/berangkat) dengan tangan hampa (kenos, kosong; sia-sia), Lukas 1:53. Sebab kekayaan dan kemuliaan berasal daripada-Mu dan Engkaulah yang berkuasa atas segala-galanya. Demikianlah pengakuan pujian Daud kepada Allah dalam I Tawarikh 29:12.

Suatu peringatan bagi orang yang telah menyalahgunakan kekayaannya bahwa seseorang yang telah menjadi kaya dan kemuliaan keluarganya bertambah, pada saat matinya nanti kesemuanya itu tidak akan dibawanya. Sekalipun ia menganggap dirinya berbahagia pada masa hidupnya, sekalipun orang menyanjungnya karena ia berbuat baik terhadap dirinya sendiri, namun ia akan sampai pada angkatan nenek moyangnya, yang tidak akan melihat terang untuk seterusnya.

Manusia yang dengan segala kegemilangannya tidak mempunyai pengertian, boleh disamakan dengan hewan yang dibinasakan , Mazmur 49:17-21. Tuhan Yesus pernah berkata kepada murid-muridNya, “sukar sekali bagi orang kaya yang banyak hartanya untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga. Lebih mudah seekor unta masuk melalui lubang jarum (trupema rhaphidos, lubang mata jarum) daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah, matius 19:23,24; Markus 10:23. 

Ada orang yang memperoleh kekayaan dengan hikmat dan pengertiannya (tetapi ingat bahwa kekayaan itu bukan untuk orang yangc cerdas, Pengkhotbah 9:11). Emas dan perak dikumpulkan dalam perbendaharaannya. Ada juga orang yang memperbanyak kekayaannya karena ia sangat pandai berdagang, dan karena itu ia menjadi sombong, Yeheskiel 28:4,5. 

Menurut injil Lukas, terdapat tiga konsep diantaranya pertama, kepemilikan mutlak atas kekayaan adalah Allah. Kedua, manusia memiliki tugas untuk mengembangkan kekayaan yang Tuhan anugerahkan. Ketiga, kekayaan dimiliki secara pribadi  dan juga komunal mengandung makna bahwa Allah telah menganugerahkan kekayaan kepada manusia secara pribadi dan juga kepemilikan komunal. 

Pertentangan antara yang kaya dengan miskin menjadi fenomena yang tentunya tidak dapat dihindari bahkan jurang pemisah antara si kaya dan si miskin bukan saja terdapat diantara bangsa-bangsa bahkan di tengah sebagian bangsa-bangsa. 

Menurut penelitian pembedaan berdasarkan prinsip yang terkandung dalam kata kemiskinanyang dipakai dalam perjanjian Lama yaitu ditinjau dari segi ekonomi (ada orang yang miskin karena ketiadaan materi, mereka yang terkuci sama sekali dari segala kebutuhan hidup primer); ditinjau dari sudut pandang sosial (ada orang yang miskin akibat penindasan yang merupakan korban ketidakadilan dan tidak berdaya); ditinjau dari segi spiritual (ada orang miskin yang rendah hati yang sadarakan keberadaannya dan mengharapkan pertolongan hanyadari Allah semata).

Beberapa orang Kristen berpendapat bahwa pemahaman yang tepat tentang ajaran Kristen tentang kekayaan dan kemiskinan perlu mengambil pandnagn yang lebih luas bahwa akumulasi kekayaan bukanlah fokus utama kehidupan seseorang melainkan sumber daya untuk mendorong “kehidupan yang baik”   

Implikasi bagi jemaat masa kini bahwa dalam kehidupan masa kini, jurang antara si miskin (poor man) dan si kaya (rich man) seakan semakin jauh. Hal ini dapat dibuktikan dengan fakta yang terjadi di zaman modern yang serba canggih ini, si kaya dengan segala kemewahannya dapat hidup tentram dan tenang sesuai dnegan keinginan hatinya, sementara si miskin tertinggal jauh dengan kesusahan dan kesengsaraan yang dideritanya tidak ada kemajuan. Akan tetapi menjadi orang kaya tidaklah salah, juga menjadi orang miskin pun tidak salah ketika kita hidup benar-benar takut akan Tuhan. 

Menjadi orang miskin terus menerus di dalam dunia ini (ekonomi) tetaplah berpengharapan bahwa Tuhan akan mencukupkan semuanya bahkan memberikan kelimpahan kekayaan yang abadi ketika kita tetap hidup takut pada Tuhan sehingga tidak ada dalam kategori miskin spiritualitas, miskin iman yang dapat memadamkan pelita kita. Menjadi orang kaya adalah anugerah dan merupakan salah satu bukti nyata berkat Tuhan bagi umatNya. Namun tak dapat disangkali bahwa kebanyakan orang yang kaya selalu fokus bagaimana ia dapat mengumpulkan hartanya sebanyak mungkin dan mulai menjadi angkuh dan ironisnya cara mendapatkan kekayaan yang tidak halal. 

Orang Kristen diajarkan untuk hidup sebagaimana orang miskin (poor man) yang dikehendaki Tuhan dan marilah hidup sewajarnya, hiduplah sebagaimana orang kaya (rich man) yang dikehendaki Tuhan.